BandungKlik – Tongkonan merupakan rumah tradisional masyarakat Toraja, Sulawesi Selatan. Dalam bahasa Toraja, Tongkonan diartikan sebagai tempat duduk. Berasal dari kata “tonkon” yang berarti duduk.

Rumah panggung tradisional masyarakat Toraja ini, berbentuk persegi panjang. Dibuat sebagai rumah panggung, agar penghuni tidak mudah diganggu oleh binatang buas.

Dari segi strukturnya, bangunan tersebut terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kaki, badan rumah, dan atap. Ini merefleksikan kosmogini masyarakat Toraja dalam aluk yang mengenal tiga struktur alam yaitu alam bawah, tengah, dan atas.

Dalam perjalanannya, Tongkonan mengalami 4 tahap perkembangan. Tahap pertama disebut Banua Pandoko Dena atau rumah pertama. Dikenal oleh masyarakat Toraja yang bentuknya agak bundar dengan dinding yang terbuat dari daun dan rumput-rumputan.

Tahap kedua, Banua Lentong atau bentuk bangunan rumah yang mempunyai empat tiang tetapi tidak besar. Tahap ketiga, Banua Tamben atau rumah yang dibentuk menyusun kayu-kayu secara berselang-seling. Dan tahap keempat Banua Tolo atau rumah yang menggunakan pasak besar.

Silakan baca: Deretan Rumah Adat Nusantara dengan Arsitektur Ikonik

Biasanya, rumah tradisional Sulsel ini dihias dengan berbagai ukiran khas Toraja. Terdapat pula beberapa elemen pelengkap. Diantaranya ariri posi (tiang tengah, pusat rumah), tulak somba (tiang kayu penyangga), kabongo (patung kepala kerbau), dan katik (patung burung atau ayam berleher panjang).

Tata Letak Tongkonan

Kemudian rumah di Toraja selalu menghadap ke arah utara, ke arah Ulunna Lino (kepala dunia) menurut pandangan kosmologi Toraja. Tata hadap tersebut merupakan ungkapan simbolik sebagai penghormatan dan pemulian kepada Puang Matua, sang pencipta jagad raya.

Puang Matua dipercaya bersemayam di bagian utara, sehingga penjuru utara tidak boleh dibelakangi. Artinya rumah panggung tersebut harus selalu menghadap ke Puang Matua agar selalu mendapat berkah dari-Nya.

Dengan mengacu pada sistem budaya Toraja, maka tata letak Tongkonan menjadi tanda indeks bagi penjuru mata angin Utara, Selatan, Timur, dan Barat. Sekaligus bermakna simbolik sebagai penjuru utama dalam pandangan kosmologi Toraja.

Karena itu, upacara adat untuk memuja dan memuliakan Puang Matua dilaksanakan di depan (di bagian utara) Tongkonan. Seperti pada pesta adat dengan upacara penyembelian hewan kurban sebagai sesajen dalam peresmian pembuatan atau renovasi sebuah Tongkonan yang dinamakan Mangrara Banua.

Tujuannya sebagai ungkapan yang memuliakan Puang Matua dan sekaligus merupakan cara bersyukur atas berkah-Nya. Tata hadap dan penempatan rumah tradisional ini di dalam lingkungannya berdasarkan posisi keberadaan Puang Matua, Deata-deata dan dan Tomembali Paung.

Silakan baca: Kain Tenun Sengkang Sulsel, Biasa Dipakai Saat Lebaran

Hak tersebut merupakan suatu upaya yang disadari sepenuhnya oleh orang Toraja. Dengan tujuan untuk menjadikan Tongkonan sebagai tempat yang sakral dalam rangka menjalankan konsep kepercayaan Aluk To dolo. Serta menceminkan spirit religius sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat tradisional Toraja.*

 

 

Sumber & Foto: Disbudpar Sulsel