Bermula dari Stasiun Batavia Koningsplein
Pemerintah Hindia – Belanda telah merencanakan sejumlah perbaikan kondisi jalur kereta di Batavia dan sekitarnya, bahkan sejak awal abad ke-20. Akan tetapi, rencana tersebut menemui sedikit persoalan karena sebagian bisnis perkeretaapian di Batavia dikelola pihak swasta.
Melalui perusahaan kereta api negara—Staatsspoorwegen (SS)—pemerintah sudah mengoperasikan kereta api lintas Jakarta – Bekasi – Karawang, Jakarta – Duri – Tangerang, dan Duri – Rangkasbitung.
Pada 1913, Pemerintah Hindia – Belanda akhirnya mengambil alih jalur kereta api Jakarta – Bogor milik NISM. Dengan pengambilalihan tersebut, SS segera memulai perbaikan secara menyeluruh. Salah satu agenda utamanya adalah membangun jalur ganda. Selain itu, SS berencana membuat jalur kereta api layang yang menanjak dari Gondangdia via Weltevreden, lalu melintasi Sawah Besar yang menurun.
Seturut rencana, jalur layang tersebut tetap mengikuti jalur yang sudah ada. Untuk melengkapi fasilitas direncanakan pula pembangunan stasiun baru di Weltevreden. Rencana pembangunan stasiun baru ini didesain tidak mengganggu operasional Stasiun Weltevreden.
Namun, sayang, rencana pembangunan jalur layang tersebut tidak terlaksana. Sebagai gantinya, Stasiun Weltevreden diperbesar dan dirancang punya halaman depan yang lebih luas dari kondisi awal. Perubahan pun merambah sepenuhnya hingga di emplasemen stasiun.
Berselang satu dekade, pada 1928 Stasiun Weltevreden mengalami perubahan bangunan menjadi arsitektur Art Deco. Selain itu, di bagian sisi utara stasiun dilakukan perpanjangan atap sepanjang 55 meter.
Stasiun Weltevreden juga menjadi tempat menginap dan mencuci kereta dan gerbong. Aktivitas rutin ini berlangsung hingga bangunan baru Stasiun Jakarta (kini Jakarta Kota) rampung sehingga aktivitas rutin dipindahkan di emplasemen stasiun tersebut.
Pada 1937, nama Stasiun Weltevreden berganti nama menjadi Stasiun Batavia Koningsplein. Sejak itu, stasiun ini menjadi stasiun tersibuk di Hindia – Belanda. Soalnya, hampir seluruh kereta jarak jauh utama dan semua kereta ke Buitenzorg singgah di stasiun ini.
Nama Stasiun Gambir
Dalam perjalanannya, Stasiun Batavia Koningsplein dikenal pula oleh masyarakat sebagai Stasiun Gambir. Hal ini berkaitan dengan penyebutan Koningsplein oleh masyarakat waktu itu dengan sebutan Lapangan Gambir. Konon pula, di lapangan tersebut banyak tumbuh pohon gambir, yaitu pohon yang getahnya dapat disadap sebagai bumbu untuk menyirih. Nama stasiun resmi menjadi Stasiun Gambir pada 1950.
Wajah Stasiun Gambir tidak mengalami perubahan bentuk pasca-Indonesia merdeka hingga pertengahan 1980-an. Pada Februari 1988, bersamaan dengan pembangunan jalur layang Jakarta Kota – Manggarai, arsitektur lama bergaya Art Deco dibongkar dan diganti bangunan baru. Bangunan ini masih bertahan hingga sekarang.
Rencana alih fungsi Stasiun Gambir
Pemerintah merencanakan Stasiun Manggarai menjadi stasiun sentral. Singkat cerita, setelah Stasiun Manggarai selesai dibagun, maka Stasiun Gambir akan diprioritaskan untuk melayani KRL saja. Ini berarti nantinya semua kereta jarak jauh yang berujung di Stasiun Gambir akan dipindahkan ke Stasiun Manggarai. *
Silakan baca:
Sejarah Hari Ini, Jalur Kereta Pertama Dibangun di Indonesia
Sejarah Panjang Pembangunan Jalur Kereta Api di Aceh
Sumber: kai.id