BandungKlik – Di ujung Desember 2021 tahun ini, ada yang jadi fokus perhatian, yaitu peringatan seabad Gedong Tjai Tjibadak 1921 di Lédeng, Cidadap, Kota Bandung. Jelas sekali angka 1921 di dinding gedung itu dan sekarang tahun 2021.

Tanggal 30 Desember 2021 genap seabad gedung itu menyadap air tanah untuk kehidupan manusia dan masih berfungsi hingga sekarang.  Kalau saja warga Kota Bandung, utamanya yang setiap hari menikmati air dari gedong ini cuék saja, ya teungteuingeun pisan ya.

Tapi rupanya pada tanggal 29 Desember akan ada acara memperingati Seabad Gedong Tjai Tjibadak di sana. Seringnya Gedong Tjai disebut-sebut belakangan ini, sering pula ada pertanyaan, “Kalau mau ke sana lewat jalan apa?” Jawabannya ya, melewati Jl. Sersan Surip, persis di samping terminal Lédeng.

Nah, ini lagi. Keseringan menyebut nama jalan itu jadi terkenang juga sekelumit sejarah tentang nama jalan tersebut. Selain nama-nama jalan lain yang mengabadikan nama pejuang Bandung Utara, yaitu Jl. Sersan Bajuri, Jl. Kapten Hamid, dan Jl. Sersan Sodik.

Pertempuran Tjigolédang

Sebelumnya nama-nama jalan itu disebut Jl. Cidadap, Jl. Panorama, Jl. Ledeng dan Négla. Semasa HMS Sukarya menjabat Ketua Legiun Veteran Reepublik Indonesia (LVRI) Kota Bandung, sekira tahun 1983 mengusulkan agar nama-nama jalan di sekitar Lédeng tersebut diganti.

Diganti dengan nama-nama para pahlawan Bandung Utara yang gugur dalam pertempuran di Tjigolédang (sekitar Jalan Setiabudi, sekarang), 19 Desember 1945. Sukaraya kelahiran 1927 dan wafat 1996 ini adalah pelaku pertempuran tersebut yang memimpin pasukan pemuda pejuang Bandung Utara.

Silakan baca: 10 Stilasi Penanda Peristiwa Bandung Lautan Api

Pertempuran di Tjigolédang dipandang mempunyai nilai sejarah yang menasional. Mengingat pada saat itu para pejuang dan TKR/BKR Bandung Utara menggagalkan usaha tentara Sekutu, untuk membungkam Douwes Dekker dengan cara menculik istrinya yang tinggal di sekitar Cidadap.

Di kemudian hari, Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi) dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Dari kisah yang dituturkan veteran lainnya, tentara Sekutu ketika itu rupanya tidak hanya berniat menculik. Tapi juga akan menguasai Villa Isola sebagai markas Batalyon Bandung Utara pimpinan Sukanda Bratamanggala.

Ledeng Kota Bandung
Pergantian nama-nama jalan di sekitar Lédeng, Kota Bandung.

Ternyata usulan Sukarya dikabulkan oleh Wali Kotamadya Bandung yang ketika itu dijabat Husein Wangsaatmaja. Tidak hanya itu, Sukarya juga mengusulkan para pejuang yang gugur dalam pertempuran tersebut, kuburannya dipindahkan ke Taman Pahlawan di Pasir Pahlawan.

Di mana terdapat juga makam “simbolis” Oto Iskandar Di Nata, yang berlokasi di jalan antara Lédeng-Lembang. Maklumlah, di saat perang rongkah itu terjadi situasi dan kondisi belum memungkinkan untuk menguburkan jenazah para pejuang yang gugur dengan cara yang selayaknya.

Wirayudha Batara

Apa yang yang dilakukan Sukarya merupakan harapan agar jiwa semangat kepahlawanan yang dinamai Wirayudha Batara itu terwariskan dan abadi di kalangan generasi penerus bangsa. Wirayudha Batara mengandung makna “Perang Gagah Berani di Bandung Utara.”

Gambaran jiwa semangat mereka hingga kini masih terabadikan di Museum Pendidikan, UPI (Universitas Pendidikan Indonesia). Kompleks yang pernah digunakan sebagai markas pejuang Batalyon Bandung Utara. Dari berbagai koleksi museum, terdapat juga persenjataan yang pernah digunakan oleh para pejuang Bandung Utara.

Silakan baca: Film Preserving The Séké Raih Award di Festival Film Manhattan

Di samping itu, nama-nama Jalan Kapten Hamid, Sersan Sodik, Sersan Bajuri, dan Sersan Surip bagaikan pengabadian jiwa semangat kepahlawanan. Mewakili puluhan pemuda pejuang Bandung Utara yang gugur di Battle of Tjigoléndang.* (Adi Raksanagara)