BandungKlik – Kota Solo di Jawa Tengah, selain terkenal dengan wisata budayanya, juga memiliki wisata keliling kota menggunakan kereta uap wisata, Jaladara. Dikenal juga dengan sebutan Sepur Kluthuk Jaladara Solo.
Jaladara merupakan kereta api uap yang sudah berusia tua diawaki lokomotif uap C1218. Dibuat di Jerman pada 1896 dan dikirim ke Indonesia pada tahun itu juga oleh Pemerintah Hindia Belanda, sebagai alat transportasi jarak pendek.
Jenis lokomotif ini termasuk kategori kecil yang digunakan untuk rute mendatar. Dengan menarik dua gerbong berbahan kayu jati asli buatan tahun 1920 dengan kode CR16 dan CR144.
Nama kereta uap Jaladara sendiri diambil dari nama kereta pusaka. Hadiah para dewa kepada Prabu Kresna guna membasmi kejahatan.
Silakan baca: Inilah 6 Alasan Liburan ke Kota Solo
Kecepatan yang dihasilkan kereta ini dapat mencapai 50 km/jam. Berbahan bakar kayu jati dan air guna menghasilkan uap untuk menggerakkan loko tersebut. Setidaknya lokomotif ini membutuhkan 4 meter kubik air dan 5 meter kubik kayu untuk jarak tempuh Stasiun Purwosari sampai Stasiun Sangkrah.

Dua gerbong yang ada berkapasitas optimal sebanyak 72 orang. Dengan penataan tempat duduk di gerbong pertama, berhadapan membelakangi dinding kereta. Sedangkan di gerbong kedua, tempat duduknya ditata seperti kereta modern saat ini.
Wisata Kota
Rute wisata yang ditawarkan dan menjadi persinggahan, antara lain Rumah Dinas Walikota Solo, Loji Gandrung. Lalu Taman Sriwedari, Kampung Batik Kauman, dan Stasiun Sangkrah.
Selama perjalanan, wisatawan disuguhi hiburan dan jajanan. Seperti live music tembang Jawa dari para seniman dan sajian jajanan pasar tenongan, serta jamu.
Silakan baca: Lokomotif Vintage Tahun 1953 – 1991 Hadir Kembali
Namun untuk mencoba sensasinya, wisatawan tidak bisa menaikinya secara langsung. Sepur kluthuk Jaladara Solo ini hanya melayani sistem carter untuk sekali trip selama tiga jam.
Mulai Februari 2020, Jaladara memiliki lokomotif baru D1410 buatan Jerman pada 1921. Menggantikan lokomotif lawas C1218 berusia lebih dari satu abad yang kemampuannya kian menurun.*
Sumber & Foto: Dispar Kota Surakarta