BandungKlik – Ratusan pendaki direncanakan kembali ke Gunung Everest di Nepal bulan depan. Untuk pertama kalinya mereka akan mendaki puncak tertinggi dunia itu dengan protokol kesehatan ketat.

Pendakian Gunung Everest (8.848 m) rencananya dibuka April 2021 setelah setahun ditutup karena pandemi Covid-19. Dikabarkan pihak otoritas, lebih dari 300 pendaki asing akan mendaki gunung tersebut. Jika jumlah ini sesuai rencana, maka hampir menyamai rekor pendakian Everest tahun 2019 pada periode yang sama yaitu 381 pendaki.

“Ini … meskipun ada persyaratan karantina selama satu minggu dan sertifikat yang menunjukkan bahwa pendaki dinyatakan negatif terkena virus,” kata Mira Acharya dari Departemen Pariwisata Nepal, dikutip dari Reuters, Jumat (11/3/2021).

April – Mei merupakan puncak musim pendakian di Everest. Karena penyelenggaraan ekspedisi dari jalur Cina masih ditutup, kemungkinan pendaki akan masuk dari Nepal.

Datangnya ratusan pendaki asing menyumbang pendapatan hingga jutaan dolar setiap tahun ke negara ini. Namun, Nepal menutup pergunungannya pada Maret 2021 sebagai bagian dari langkah ketat mengendalikan penyebaran virus corona. Sejauh ini, secara nasional virus tersebut telah menginfeksi 274.973 orang dan 3.012 kematian di negeri tersebut.

Silakan baca:

Ini 7 Puncak Tertinggi di Indonesia, Salah Satunya Bersalju

Sejumlah perusahaan pemandu menyatakan siap mengagendakan pendakian ke Everest, salah satunya Furtenbach Adventures yang berbasis di California Amerika Serikat.

“Kami memiliki protokol Covid-19 yang sangat ketat dengan jadwal pengujian yang ketat, dokter ekspedisi, gelembung tertutup untuk tim kami di base camp, protokol kebersihan,” kata Lukas dari Furtenbach Adventures.

Hal senada disampaikan pihak Madison Mountaineering yang juga bermarkas di Amerika Serikat. “Kami tidak takut Covid tetapi akan mengambil tindakan pencegahan,” kata Garrett Madison.

Namun begitu, tidak semua perusahaan pendaki menyatakan kembali ke Everest.

“Ini bukan waktu yang bertanggung jawab untuk menjalankan ekspedisi karena sistem perawatan kesehatan Nepal yang lemah,” kata Adrian Ballinger dari Alpenglow Expeditions. *

Silakan baca:

Travel Bubble, Apa Itu? Ini Penjelasan Selengkapnya