BandungKlik – Payung Lukis banyak berasal dari sejumlah daerah di Indonesia. Salah satunya di Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Di sana, ada 3 desa yang produktif menghasilkan payung lukis, yaitu Tanjung, Kenaiban, dan Kwarasan.
Kegiatan seni melukis payung tersebut dilakukan masyarakat secara turun-temurun. Potensi pariwisata ini pun mengangkat citra Juwiring sebagai desa wisata. Meski sempat terhenti akibat krisis moneter 1998.
Kini keberadaan payung lukis memang tidak sesemarak dulu. Sebab hanya meninggalkan beberapa perajin yang terbagi menjadi perajin payung hias dan perajin payung jenazah.
Salah satu perajin yang masih eksis, yakni Ngadi, selaku pemilik galeri kerajinan payung lukis Ngudi Rahayu di Dukuh Gumantar, Tanjung, Juwiring.
Ia sudah lebih dari 2 dekade menekuni seni kriya tersebut. Bahkan telah menggerakkan lebih dari 30 warga sekitar, namun tersendat akibat pandemi Covid-19 hingga berdampak dengan pengurangan perajin.
Silakan baca: Umbul Siblarak Klaten, Wisata Air di Tengah Persawahan
Selain produksi, Ngudi Rahayu pun menjadi destinasi wisata edukasi bagi kalangan pelajar. Para pengunjung bisa membeli atau sekadar belajar melihat proses pembuatan kerajinan tersebut.
Proses Pembuatan
Produksi payung lukis diawali dengan proses membuat bungkul, yaitu bagian dari kerangka payung. Berfungsi untuk menggabungkan sanggan (penyangga) dan sodo (kayu batangan menyerupai jeruji kecil.
Sebagian orang Jawa menyebutnya ruji, agar payung terbuka dengan sempurna. Alat yang digunakan terdiri dari mesin bubut, gergaji, dan uncek (besi lancip untuk melubangi bungkul). Kemudian masuk proses membuat tangkai dan pemasangan payung.
Pemasangan payung dimulai dari perakitan bungkul, sodo, sanggan yang dirakit. Dengan menggunakan benang lawe dan benang nilon sehingga membentuk satu kesatuan.
Jika kerangka sudah terpasang, tahap selanjutnya yaitu mayu. Berasal dari kata mayoni (dalam bahasa Jawa), berarti memberikan atap sebagai peneduh. Istilah ini hampir sama dengan pemasangan genteng pada proses pembuatan rumah.
Sementara mayu dalam kerajinan payung lukis, merupakan tahap menempelkan kain pada kerangka payung. Sebelumnya, kain dipotong melingkar sesuai dengan diameter payung, ditambah sedikit untuk merapikan kain.
Berikutnya masuk tahap mlipit (merapikan kain), yaitu sisa pada bagian ujung kain dilipat ke dalam agar kelihatan rapi. Untuk jenis kain atau bahan tertentu terdapat proses penjemuran agar rekat dan kering sempurna.
Silakan baca: Kelom Geulis, “Blasteran” Sunda dan Belanda
Setelah melewati tahap di atas, dapat dilanjutkan pada proses finishing guna mempercantik. Caranya dengan memberikan hiasan atau dilukis menggunakan cat.
Payung-payung lukis ini tergolong sebagai payung hias. Dapat dipakai sebagai dekorasi restoran, tempat wisata, hotel, atau kantor. Selain itu juga sebagai piranti upacara adat, perlengkapan tari, suvenir, dan aksesori atau pemanis ruangan.*
Sumber & Foto: visitjawatengah