BandungKlik – Banyaknya insiden tabrakan antara kereta api dengan kendaraan di perlintasan kereta mengundang beragam respons dari publik. Salah satu perhatian publik di antaranya terkait kenapa kereta api tidak dapat berhenti mendadak. Bagaimana sistem pengeremannya? Yuk kita simak pemaparannya berikut ini!
Secara sistem pengereman, transportasi kereta api merupakan jenis transportasi apabila melakukan proses pengereman maka membutuhkan jarak pengereman agar benar-benar berhenti. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor kenapa kereta api tidak dapat berhenti mendadak.
Terkait hal ini, VP Public Relations KAI Joni Martinus menyampaikan, transportasi kereta api berbeda dengan moda darat pada umumnya.
“Berbeda dengan transportasi darat pada umumnya, kereta api memiliki karakteristik yang secara teknis tidak dapat dilakukan pengereman secara mendadak. Untuk itu, kami mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan berhati-hati sebelum melewati perlintasan sebidang,” tuturnya.
Berikut faktor-faktor yang menyebabkan kereta api tidak dapat mengerem atau berhenti mendadak:
1. Panjang dan Berat Rangkaian Kereta Api
Faktor yang menyebabkan kereta api tidak dapat berhenti mendadak karena panjang dan bobot kereta api. Makin panjang dan berat rangkaiannya, maka jarak yang dibutuhkan kereta api untuk dapat benar-benar berhenti akan semakin panjang.
Silakan baca: Lima Kereta Api Baru Resmi Beroperasi
Di Indonesia, rata-rata 1 rangkaian kereta penumpang terdiri dari 8-12 kereta (gerbong) dengan bobot mencapai 600 ton. Belum termasuk penumpang dan barang bawaannya. Dengan kondisi itu, maka akan dibutuhkan energi yang besar untuk membuat rangkaian kereta api berhenti.
2. Sistem Pengereman Kereta Api
Pada umumnya, sistem pengereman yang dipakai pada kereta api di Indonesia menggunakan sistem jenis rem udara. Cara kerjanya dengan mengompresi udara dan disimpan hingga proses pengereman terjadi.
Ketika masinis mengaktifkan sistem pengereman, udara tadi akan didistribusikan melalui pipa kecil di sepanjang roda dan membuat friksi pada roda. Friksi inilah yang akan membuat kereta berhenti.
Meskipun kereta api telah dilengkapi dengan rem darurat, rem ini tetap tidak dapat berhenti mendadak. Rem ini hanya menghasilkan lebih banyak energi dan tekanan udara yang lebih besar untuk menghentikan kereta lebih cepat.
Jadi, meskipun masinis telah melihat ada yang menerobos palang kereta, selanjutnya melakukan proses pengereman, maka tetap akan membutuhkan suatu jarak pengereman agar benar-benar berhenti. Hal inilah yang nantinya menyebabkan kejadian tabrakan, jika jarak pengereman tidak terpenuhi.
Kemudian untuk faktor yang berpengaruh pada jarak pengereman kereta api, antara lain:
- Kecepatan kereta api. Semakin tinggi kecepatan kereta api, maka semakin panjang jarak pengereman.
- Kemiringan/lereng (gradient) jalan rel (datar, menurun, atau tanjakan).
- Persentase pengereman yang diindikasikan dengan besarnya gaya rem.
- Jenis kereta api (kereta penumpang/barang).
- Jenis rem (blok komposit/blok besi cor).
- Kondisi cuaca.
- Dan berbagai faktor tekhnis lainnya.
Kinerja Rem Kereta Api
Lebih lanjut Joni mengatakan, rem pada rangkaian kereta api bekerja dengan tekanan udara. Sistem kinerja rem pada roda dihubungkan ke piston dan susunan silinder. Mekanisme yang mengurangi tekanan udara di kereta api akan memaksa rem mengunci dengan roda.
Silakan baca: Anggrek Executive Lounge Stasiun Tugu Hadirkan Fasilitas Bintang
Apabila tekanan dilepaskan secara tiba-tiba, maka akan menyebabkan pengereman yang tidak seragam. Sehingga rem bekerja lebih dulu dari titik keluarnya udara. Pengereman yang tidak seragam dapat menyebabkan kereta atau gerbong tergelincir, terseret, bahkan terguling.
“Kami terus mengingatkan kembali, bahwa tata cara melintas di perlintasan sebidang adalah berhenti di rambu tanda “STOP”. Tengok kiri-kanan, apabila telah yakin aman, baru bisa melintas. Palang pintu, sirine dan penjaga perlintasan adalah alat bantu keamanan semata,” ujar Joni.
Ia juga menambahkan, “Alat utama keselamatannya ada di rambu-rambu lalu lintas bertanda ‘STOP’ tersebut. Jadi apabila masyarakat ketika di perlintasan sudah melihat adanya kereta api walaupun masih jauh, maka seharusnya berhenti terlebih dahulu hingga kereta api tersebut lewat”.
UU No 22 Tahun 2009
Sesuai dengan UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, Pasal 114 menyatakan: “Pada perlintasan sebidang antara jalur KA dan jalan, pengemudi wajib:
- Berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup dan/atau ada isyarat lain.
- Mendahulukan kereta api, dan
- Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.
Apabila penguna jalan raya tidak mematuhi aturan tersebut, maka sanksi hukum telah menanti. Sesuai sanksi hukum yang tertera pada aturan UU No: 22 tahun 2009, pasal 296 yang berbunyi:
Silakan baca: Mau Wisata Naik Kereta Vintage Ambarawa? Yuk, Catat Jadwalnya!
“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor pada perlintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi. Palang pintu kereta api sudah ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan. Atau denda paling banyak Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)”.
Sumber & Foto: Siaran Pers KAI