BandungKlik – Ketika liburan di Bali dan mencari alternatif wisata yang tidak biasa, bisa coba arahkan perjalanan ke Kabupaten Buleleng. Di sana banyak objek wisata nonpantai yang cukup menarik. Salah satunya ada cagar budaya Candi Kalibukbuk.

Keunikannya, situs candi bercorak Buddha ini berada di tengah mayoritas masyarakat penganut Hindu. Lokasinya terletak di Desa Kalibukbuk, Kabupatan Buleleng, Bali. Berjarak sekira 8 km dari kota Singaraja, ibu kota Kabupaten Buleleng.

Berdasarkan data arkeologis, agama Buddha sudah berkembang pada abad VIII Masehi di masa Bali Kuno, termasuk di Bali Utara atau Buleleng. Terlebih di Bali Utara menjadi pintu masuk pengaruh budaya dari luar baik Buddha maupun Hindu.

Wisatawan bisa menjangkau Candi Kalibukbuk tersebut, dengan perjalanan ke arah barat dari Singaraja. Melalui jalur utama Singaraja ke Seririt. Akses ini cukup mudah dicapai dengan menggunakan kendaraan bermotor.

Objek wisata candi ini pun masuk wilayah objek wisata Lovina yang sudah populer di kalangan wisatawan domestik maupun mancanegara. Dari Lovina tinggal belok ke kiri sekitar 1 km melalui jalan aspal menuju Desa Kayu Putih Melaka. Berada di kawasan kebun kelapa seluas 4 hektare yang dimiliki oleh Anak Agung Sentanu.

Artefak di Candi Kalibukbuk

Ada penemuan beberapa artefak Buddha, antara lain stupa, materai tanah liat, arca perunggu, alat-alat upacara, dan kompleks percandian di situs Candi Kalibukbuk Buleleng. Benda-benda hasil temuan tersebut berfungsi sebagai tempat untuk pemujaan Buddha, sehingga menunjukkan bahwa agama Buddha sudah berkembang di Bali Utara sejak abad VIII – XIV Masehi.

Di dalam situs ini, wisatawan bisa menemukan tiga buah candi. Yaitu candi induk berdenah oktagonal dan dua candi perwara yang denahnya berbentuk bujursangkar. Difungsikan sebagai tempat sembahyang umat Buddha di Bali Utara pada masa lampau.

Silakan baca: Pura Beji yang Indah Dihiasi Ukiran Khas Buleleng

Penemuan situs Candi Kalibukbuk Buleleng ini, pertama kali diawali penemuan stupa dan materai dari tanah liat di belakang Hotel Angsoka. Kejadiannya saat proses penggalian sebuah kolam renang pada tahun 1991 oleh penduduk setempat.

Lalu pada tahun 1994, ada lagi penemuan benda yang serupa di tanah milik Anak Agung Sentanu. Ditemukan saat melakukan penggalian sumur oleh penduduk setempat.